Kemungkinan besar kamu para pejuang karir sudah pernah mendengar soal toxic productivity dan hustle culture dalam dunia kerja, atau kalau dalam hubungan ada istilah toxic relationship dan toxic friends. Nah, pasti kamu akhir-akhir ini sering juga mendengar istilah baru yang berkaitan dengan kata toxic ini bukan? Salah satunya adalah istilah toxic positivity.
Seperti apa toxic positivity itu? Apakah kita pernah mengalaminya? Bagaimana bisa disebut sebagai toxic positivity? Yuk, kenali secara serius soal toxic positivity di artikel kali ini. Karena semakin kita cepat sadar, semakin kita dapat bertumbuh menjadi pribadi atau profesional yang lebih baik dimanapun kita berada.
Baca Juga : Menjadi Lebih Baik 1% Setiap Hari, Bisa Mengubah Karir-mu!
Pengertian Toxic Positivity, Apa itu?
Konsep toxic positivity mungkin belum begitu familiar dibandingkan toxic productivity atau toxic relationship di telinga kamu. Dilansir dari positivepsychology.com, Toxic positivity sendiri adalah kecenderungan dalam memandang segala hal secara positif tanpa mempertimbangkan perasaan atau pengalaman negatif seseorang maupun sendiri yang mungkin juga ada di dalam diri individu. Sehingga seseorang bisa menjadi terlalu menekan habis-habisan emosi buruk dan menyebabkan disfungsi dalam aktivitas sehari-hari.
Dengan kata lain, toxic positivity adalah “Kondisi perilaku seorang individu dalam menuntut diri sendiri maupun orang lain untuk terus berpikir dan bersikap positif serta menolak emosi negatif yang sebenarnya dimiliki oleh setiap manusia. Hal ini berdampak buruk dan panjang pada kesehatan mental manusia, lho.” (sumber xxxx)
Terkadang di lingkungan kerja, sering kali kita merasa terpaksa harus selalu tersenyum, bersikap ramah, kooperatif hingga berpura-pura bahagia, padahal sebenarnya di dalam benak kita, ada sebuah perasaan tidak nyaman atau masalah yang mengganggu keseharianmu. Hal ini tentu dapat berakibat panjang dan buruk kepada kesehatan mental hingga performa kinerja kita selama bekerja.
Menurut Harvard Business Review, toxic positivity memiliki dampak yang tidak boleh dianggap remeh oleh semua pihak baik dari pihak karyawan, rekruter hingga manajemen eksekutif,Dikarenakan dapat meningkatkan risiko kelelahan secara emosional, depresi dan kecemasan. Di samping itu, jika memaksa sesama individu untuk terus bahagia dan bersikap positif akan membuat beberapa orang merasa tidak dihargai maupun tidak didengar.
Tanda bahwa Lingkungan Kerjamu Memiliki Toxic Positivity
Kita semua pasti mengharapkan dapat bekerja di lingkungan kerja yang sehat dan sejatinya lingkungan kerja yang sehat menjadi prioritas setiap organisasi dan perusahaan. Tidak ada yang mau karyawannya underperform karena sebuah lingkungan kerja yang positif dapat memberi pengaruh besar pada kesejahteraan dan produktivitas serta kinerja tim secara keseluruhan.
Sayangnya, tidak semua perusahaan menyadari bahwa mereka telah menciptakan pengalaman yang sampai menimbulkan toxic positivity. Oleh karena itu kamu perlu lebih aware terhadap permasalahan ini supaya kamu punya coping mechanism yang baik.
Berikut adalah beberapa tanda yang mungkin menunjukkan bahwa lingkungan kerjamu terinfeksi oleh toxic positivity:
1. Menolak atau Mengabaikan Perasaan dan Pengalaman Negatif Karyawan
Jika kondisi lingkungan kerja sehat, selayaknya karyawan harus dapat merasa aman dan nyaman dalam mengutarakan masalah maupun tantangan yang mereka hadapi. Tetapi, jika karyawan merasa diabaikan atau tidak didengar opininya, maka ini pun sudah menjadi tanda bahwa lingkungan kerja kamu kurang ideal. Mengapa? Karena dengan tidak mengutarakan masalah atau tantangan, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan menganggap itu sebagai perasaan negatif dan buruk atau tidak pantas.
2. Memaksa Karyawan untuk Selalu Bahagia dan Positif
Dalam sebuah perusahaan memang ada culture dan nilai-nilai yang dianut, yang diadopsi oleh karyawannya. Namun, jika karyawan seringkali merasa terpaksa untuk selalu dalam kondisi senang, bahkan bersikap seolah tidak ada masalah atau rasa tidak nyaman yang mengganggu Ini pun termasuk tanda toxic positivity. Dengan culture yang terlalu memaksa untuk dibawa happy terus, bisa saja ada karyawan yang merasa terkekang dan tidak bebas untuk mengekspresikan diri.
3. Menyembunyikan Masalah yang Sebenarnya Ada
Setiap masalah dan tantangan sejatinya harus dihadapi secara terbuka dan transparan agar dapat diatasi bersama secara efektif. Namun, jika organisasi maupun pimpinan bersikap abai dan menyembunyikan, maka inipun dapat termasuk kedalam tanda toxic positivity di tempat kerja.
Toxic positivity adalah segala bentuk perilaku menghindari hal buruk dan ini akan jadi krusial sekali bagi perusahaan jika masalah bukannya dihadapi tapi malah diabaikan. Setelah kamu belajar soal tanda toxic positivity di tempat kerja, kamu juga perlu mengidentifikasi contoh-contoh nyata kalimat toxic positivity seperti apa di paragraf artikel berikut!
Contoh Kalimat Toxic Positivity
Berikut ini beberapa contoh kalimat toxic positivity beserta penjelasannya:
- “Semua akan baik-baik saja, jangan khawatir terlalu banyak.”
- “Semua masalah dapat diatasi dengan pikiran positif.”
- “Jangan merasa sedih, berbahagialah selalu.”
- “Semua orang disini adalah keluarga dan kami tidak pernah bertengkar.”
- “Bersyukur saja, bisa saja kamu alami yang lebih buruk, lho”
- “Kamu lebih beruntung, kalau aku, sih…”
- “Pikirkan saja hal yang bahagia dan menyenangkan”
- “Pikirkan masa depan dan keluargamu, kalau kamu…”
- “Kegagalan bukanlah opsi”
- “Buang perasaan negatif itu”
- “Jangan menyerah begitu saja”
- “Kita/Kamu harusnya bersyukur memiliki pekerjaan”
- “Segala sesuatu terjadi karena sebuah alasan. Ambil aja hikmahnya”
- “Kamu masih kurang usaha kali. Pasti ada jalan. Makanya…”
Kalimat di atas mungkin sering sekali diucapkan dalam percakapan sehari-hari, termasuk kita sekalipun tanpa sadar. Sebenarnya bukan hal yang salah juga berkata begitu, tapi pastikan kamu mendengarkan, menghargai dan mengerti konteks individu yang sedang menghadapi masalah atau tantangan ini karena tidak semua bisa diselesaikan dengan kata-kata positif saja loh, kamu perlu juga membantu untuk memikirkan solusi atau memberikan actionable steps untuk mereka, sehingga kamu benar-benar adalah orang yang suportif dan team-player, bukan hanya terlihat suportif belaka.
Dampak Negatif Toxic Positivity
Memang terkadang perlu dan penting untuk menciptakan suasana lingkungan kerja yang positif dan mendukung (suportif), namun jika terus mendorong pandangan positif juga ternyata memiliki dampak buruk. Memang segala sesuatu itu tidak boleh terlalu berlebihan ya kan? Harus sesuai porsi dan konteks masing-masing situasi yang terjadi di tempat kerja karena inilah yang disebut sebagai toxic positivity dan dampak negatifnya bisa sangat fatal, bersifat panjang dan merugikan berbagai pihak. Berikut ini beberapa dampak negatif toxic positivity yang perlu kita ketahui:
1. Menjadi Individu yang Mengesampingkan Perasaan Negatif
Coba bayangkan kamu diposisi orang yang tengah mengalami rasa sedih, frustasi atau marah, cobaan terburuk lainnya adalah sikap ketidakpedulian atau tidak empati orang lain.
Meminimalkan atau mengabaikan perasaan negatif dengan ucapan yang terlalu positif bisa membuat orang tersebut merasa lebih parah lho. Sebagai hasilnya, merekajadi sulit untuk mengatasi perasaan negatif yang dialami karena tidak ditangani secara benar.
2. Menghasilkan Lebih Banyak Tekanan
Toxic positivity sering menjadi toxic karena menciptakan tekanan bagi orang-orang untuk terus bahagia dan optimis. Akan sulit untuk selalu menjaga kondisi mental dan pikiran untuk terus seperti itu, karena setiap hari manusia akan menghadapi berbagai persoalan. Akibatnya, orang akan tertekan dan akhirnya menyembunyikan perasaan negatif mereka.
Berhati-hatilah karena ini bisa menyebabkan tingkat stress naik dan juga jadi cemas, sehingga kesehatan baik fisik dan mental pun dirugikan.
3. Mengabaikan Fakta dan Kenyataan
Seringkali, menganggap bahwa segala sesuatu harus berakhir dengan baik dan berpikiran positif ternyata dapat membuat kita kehilangan keseimbangan dalam melihat kehidupan.
Terabainya fakta dan kenyataan dari berbagai situasi menjadi berbahaya dan bisa membuat kita mengambil tindakan yang salah dalam mengatasi persoalan dan ini bisa memperburuk situasi dan peningkatan stress serta cemas.
4. Mengurangi Rasa Percaya Diri
Ada orang-orang tertentu yang merasa harus selalu bahagia dan positif bahkan di saat situasi sulit dan tertekan untuk memenuhi ekspektasi. Ketika mereka tidak mampu, mereka menjadi kecewa, percaya diri menurun bahkan sering merasa diri gagal. Ini sering sekali membuat orang menjadi merasa tidak berharga dan tidak berguna.
5. Menghambat Pertumbuhan Pribadi
Menerima serta memproses perasaan negatif merupakan bagian penting dari pertumbuhan emosional seorang individu. Saat berusaha memperbaiki situasi yang ada, sering kita harus paham dan terima perasaan negatif yang kita rasakan, sebelum otak kita mengatasi mereka.
Toxic positivity bisa menghambat kemampuan individu dalam hal tersebut sehingga mereka akan terhambat secara pribadi dan profesional, bahkan bisa menjadi batu sandungan bagi orang lain jika tak dapat mengelola perasaan negatif yang ada.
Baca Juga : Pengaruh EQ terhadap kesuksesan Karir-mu!
Tips Menghadapi Toxic Positivity
Lingkungan kerja yang kurang sehat dapat membuat kita jadi terinfeksi dan terlalu fokus pada pikiran positif dan menolak perasaan negatif. kita jadi berpikir, bahwa jika terus positif, pasti akan merasa lebih baik, padahal hal tersebut tidak selalu berlaku. Terkadang, justru malah memicu toxic positivity. Untuk terbebas dari itu, berikut ada beberapa tips untuk mengatasi toxic positivity:
1. Terima Perasaan Negatif
Semua manusia memiliki perasaan negatif dan itu normal. Jangan disangkal, ditekan atau diminimalkan. Justru kamu perlu belajar menerima dan mengatasinya. Tentunya dengan cara yang sehat, seperti berbicara dengan teman atau melakukan aktivitas yang menyenangkan.
2. Jangan Menyalahkan Diri Sendiri
Tentunya hal lain yang sering kita rasakan adalh merasa buruk dan bersalah, walau itu bukan kesalahan kita seutuhnya. Jangan terlalu menyalahkan dirimu ya saat kamu merasa negatif. Ingat kalau perasaan negatif itu adalah bagian dari pengalaman yang akan membantu untuk tumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat.
3. Jangan Membandingkan Dirimu dengan Orang Lain
Kita sering merasa tertekan untuk selalu bahagia dan positif karena melihat sosial media dan orang-orang sekitar, apalagi orang tersebut selalu bahagia dan sukses di hidupnya. Nah, jangan ya membandingkan diri dengan orang lain karena setiap orang memiliki perjalanan hidup berbeda dan unik, kamu mungkin tidak tahu apa yang terjadi di balik layar.
4. Jangan Meremehkan Perasaan Orang Lain
Jika seseorang merasa sedih dan kecewa, jangan langsung memberi nasihat untuk tetap positif tetapi dengarkan dulu dan hargai perasaannya, dan biarkan mereka merasa dengan mengungkapkan perasaan negatif mereka tanpa ada rasa tidak nyaman maupun bersalah.
5. Jadilah Manusia yang Seimbang
Keseimbangan adalah kunci dari segalanya, sesuatu yang berlebihan memang kurang baik. Dengan menjadi manusia yang seimbang dan menerima perasaan positif serta negatif kamu jadi bisa menikmati setiap momen dan belajar dari momen-momen itu.
Mengatasi toxic positivity memang membutuhkan waktu dan kesabaran. Namun dengan membaca artikel ini, sudah menjadi awal yang baik bagi kamu. Bangunlah hubungan yang lebih sehat dan alami hidup dengan lebih seimbang dan bermakna.
Kamu juga bisa menjadi manusia yang seimbang dan bertumbuh dengan mengikuti berbagai kelas dan aktivitas dari KarirLab. Setiap bulan kami memiliki ragam event baik Instagram ataupun via Zoom.
Atau kamu bisa mencoba untuk mencari pekerjaan yang memiliki lingkungan kerja sehat dengan melihat website Karirlab lewat fitur cari pekerjaan.
Jika ada pertanyaan lebih lanjut soal layanan Karirlab kamu juga bisa loh ya tanya jawab advisor Karirlab di tombol logo whatsapp website. Raih karir impianmu dengan Karirlab lewat beasiswa yang baru saja kami buka pula. Kamu bisa cek di postingan ini ya!