Nama Prajogo Pangestu sedang viral dalam beberapa hari terakhir. Itu karena dia menggeser posisi Hartono bersaudara dari tahta orang terkaya RI. Menurut data Forbes yang dirilis Rabu, 15 Mei, nilai kekayaan konglomerat berusia 80 tahun itu mencapai USD 66,8 miliar. Bila dikonversi ke rupiah (kurs Rp16.070), kekayaannya mencapai sekitar Rp1.073 triliun.
Berkat harta sebanyak itu, Prajogo Pangestu duduk di peringkat ke-24 orang terkaya di dunia versi Forbes Real Time Billionaires.
Kekayaan Bos Barito Grup melesat berkat kenaikan saham-saham perusahaannya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Misalnya, emiten PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang harga sahamnya menguat 5,39 persen ke angka Rp9.775 per saham. Masih ada beberapa emiten Prajogo yang melejit. Sebut saja PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) atau PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN).
Sekarang, Prajogo Pangestu memang dikenal sebagai pebisnis ulung. Bahkan sampai mendapat penghargaan Bintang Jasa Utama dari Presiden Joko Widodo.
Tapi bagaimana dengan hidupnya dulu? Apakah Prajogo terlahir berkecukupan dan punya banyak modal untuk berbisnis? Jawabannya adalah tidak.
Prajogo menjalani hidup keras sebelum bisa menjadi pengusaha paling kaya seperti sekarang ini. Perjuangannya layak kita pelajari untuk mengembangkan karir di dunia kerja. Dari mulai kerja keras dan kemauan untuk terus belajar, percaya diri, hingga strategi membangun koneksi. Berbagai sikap positif itulah yang mengantarkan dia menjadi orang terkaya di Indonesia. Yuk, kita bedah!
1. Kerja Keras Selalu Membuahkan Hasil, Walau Sekecil Apapun
Prajogo Pangestu terlahir dengan nama Phang Djoem Phen. Keluarganya di Sambas, Kalimantan Barat, terbilang miskin. Prajogo hanya bersekolah sampai SMP. Walau begitu, ia pantang menyalahkan keadaan.
Prajogo sempat nekat merantau ke Jakarta. Namun, tak kunjung mendapat pekerjaan. Prajogo Pangestu akhirnya kembali ke Sambas dan memutuskan untuk bekerja sebagai sopir angkutan.
Dari penggalan kisah ini, kita perlu untuk meniru kerja keras Prajogo. Walaupun cuma lulusan SMP, Prajogo gigih dalam berusaha mengubah keadaan diri sendiri dan keluarga. Pekerjaan sebagai sopir dia jalani tanpa rasa malu.
2. Koneksi Bisa Terbangun dari Mana Saja
Apakah koneksi hanya didapat bila kita bergabung dengan komunitas yang nongkrong di kafe ibukota? Ternyata tidak.
Tengok saja Prajogo Pangestu. Ia bisa membangun koneksi positif dengan siapapun. Suatu ketika, saat masih menjadi sopir angkutan di Kalimantan tahun 1960-an silam, ia bertemu dengan seorang pengusaha.
Namanya Bong Sun On alias Burhan Uray, seorang pengusaha kayu dari Malaysia. Di tahun 1969, Prajogo yang sebelumnya cuma sopir angkutan akhirnya bekerja di PT Djajanti Group, perusahaan milik Burhan.
3. Belajar dan Terus Kembangkan Diri
Prajogo yang cuma lulusan SMP dan sempat jadi sopir angkutan akhirnya berhasil bekerja di PT Djajanti Group. Prajogo belajar banyak kepada orang-orang yang ada di sana. Kombinasi kerja keras, sikap pantang menyerah, dan kemauan untuk terus belajar mengantar Prajogo menggapai karir yang gemilang di PT Djajanti Group.
Hanya dalam waktu sembilan tahun, Prajogo berhasil naik ke posisi General Manager (GM) dari sebelumnya karyawan biasa dan hanya memiliki ijazah SMP.
Pencapaian Prajogo ini membuktikan, kita tak perlu minder dengan ijazah kita dalam bersaing di dunia kerja. Kuncinya adalah terus belajar, memperkaya pengalaman, dan terus mengasah keterampilan, baik hard skill maupun soft skill, yang dibutuhkan di tempat kerja kita.
4. Yakin pada Kemampuan dan Potensi Diri
Lulusan SMP, mantan sopir angkutan, lalu masuk perusahaan, dan dalam waktu sembilan tahun sudah jadi GM. Setahun berselang, Prajogo memutuskan mundur dan memulai bisnis sendiri.
Dia membeli perusahaan yang sedang dilanda kesulitan keuangan. Nama perusahaan itu CV Pacific Lumber Coy. Prajogo membeli perusahaan itu menggunakan dana pinjaman dari BRI yang kemudian bisa dilunasi hanya dalam waktu satu tahun.
Selain jitu dalam melihat peluang bisnis, berbagai keputusan penting yang diambil Prajogo juga membuktikan bahwa dia yakin sepenuhnya pada kemampuan dan potensi dirinya sendiri. Sikap positif seperti itu sangat berguna dalam mendorong kita menapaki tangga karir yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
5. Pantang Menyerah
Tantangan yang dihadapi Prajogo Pangestu tak berakhir begitu saja. CV Pacific Lumber Coy yang maju pesat diubah namanya jadi PT Barito Pacific. Perusahaan itu bisa melakukan ekspansi dalam kurun waktu yang cukup singkat. Namun, bisnisnya tidak selalu mulus.
Saat terjadi krisis moneter tahun 1998, nilai kapitasi PT Barito Pacific melorot tajam. Awalnya USD 5 miliar, anjlok jadi USD 3 miliar. PT Chandra Asri, anak perusahaan Barito, juga terlilit utang USD 1,8 miliar.
Dihantam kesulitan, Prajogo Pangestu pantang menyerah. Dia lalu menggabungkan beberapa anak perusahaan di bawah naungan Barito Group. Hasilnya, krisis berhasil dilalui. Nah, sikap pantang menyerah ini juga perlu kita terapkan dalam berkarir. Biarpun menghadapi banyak kesulitan, kita pasti bisa melaluinya kalau pantang menyerah.
Belajar dari Prajogo Pangestu, terus mengasah hard skill dan soft skill menjadi kunci bagi siapapun dalam mengembangkan karir. Kamu bisa belajar banyak tentang kiat pengembangan karir dengan membaca artikel-artikel di KarirLab.
Kesulitan memetakan potensi diri? Tenang, manfaatkan layanan asesmen yang disediakan di KarirLab. Kamu bisa memilih mana yang paling sesuai dengan kebutuhanmu. Hasil dari asesmen bisa menjadi pedomanmu dalam memilih karir yang paling sesuai denganmu.
Jika kamu ingin mendapatkan informasi terkait pengembangan diri, pengembangan karir, dan berbagai lowongan pekerjaan/ magang terpercaya, kamu dapat bergabung dalam channel KarirLab. Kamu juga bisa mendapatkan diskon spesial, lho!